Wednesday, February 20, 2013


BIOGRAFI SINGKAT 
IMAM ALI ZAINAL ABIDIN

Imam Ali Zainal Abidin adalah anak dari Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ibunya bernama Syahar Banu, seorang putri Yazdarij, anak Syahriar, anak Kisra, raja terakhir kekaisaran Persia. Beliau lhir di Madinah pada tanggal 15 Jumadil Awal 36 H.
Setelah Tragedi Karbala, Imam Husain sebagai pemimpin umat dan sebagai penerima wasiat Rasul. Dua tahun pertama di masa kecilnya, beliau berada dipangkuan kakeknya, Imam Ali bin Abi Thalib. Dan setelah kakeknya berpulang kerahmatullah, beliau diasuh pamannya, Imam Hasan, sealam delapan tahun. Beliaun mendapat perlakuan yang sangat istimewah dari pamannya.
Sejak masa kecilnya, beliau telah menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang terpuji. Keutamaan budi, ilmu dan ketakwaan telah menyatu dalam dirinya. Beliau dijuluki As Sajjad, karena kebanyak bersujud. Sedangkan gelar Zainal Abidin (hiasannya orang-orang yang beribadah) diberikan pada beliau karena beliau selalu beribadah kepada Allah SWT. Bila akan salat, wajahnya pucat, badannya gemetar. Ketika ditanya mengapa demikian, jawabannya: “Engkau tidak mengetahui dihadapan siapa aku berdiri salat dan kepada siapa aku bermunajat”.
Setelah kesyahidan Imam Husain beserta saudara-saudaranya, beliau sering kali menangis. Tangisannya itu bukanlah semata-mata hanya karena kematian keluarganya, namun karena perbuatan umat Nabi Muhammad saw yang durjana dan aniaya, yang hanya akan menyebabkan kesengsaraan mereka di dunia dan di akhirat. Bukankah Rasulullah saw tidak meminta upah apapun kecuali agar umatnya mencintai keluarganya.
Di saat keluarganya telah dibantai, penguasa setempat sangat memusuhinya. Misalnya di zaman Yazid bin Muawiyah beliau dirantai dan dipermalukan di depan umum; di zaman Abdul Malik, raja dari bani Umayyah, beliau dirantai lagi dan dibawa dari Damaskus ke Madinah lalu kembali lagi ke Madinah. Akhirnya beliau banyak menyendiri serta selalu bermunajat kepada Khaliqnya.
Amalannya dilakukan secara tersembunyi. Setelah wafat, barulah orang-orang mengetahui amalannya. Sebagaimana datuknya, Ali bin Abi Thalib, beliau memikil tepung dan roti di punggungnya guna dibagi-bagikan kepada keluarga-keluarga fakir miskin di Madinah.
Dalam pergaulannya, beliau sangat ramah bukan hanya kepada kawannya saja melainkan juga pada lawannya. Dalam bidang ilmu serta pengajaran, meskipun yang berkuasa saat itu Al Hajjaj bin Yusuf as Tsaqafi, seorang tiran yang kejam yang tidak segan-segan membunuh para penguasa. Namun, apapun yang dilakukannya, keluarga Umayyah tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang. Dan pada tanggal 25 Muharram 95 H, ketika beliau berada di Madinah, Al Walid bin Abdul Malik bin Marwan meracuni beliau.
Keagungan beliau sulit digambarkan dan kata-katanya bak mutiara yang berkilauan. Munajat beliau terkumpul dalam sebuah kitab yang berjudul Shahifah as Sajjadiyyah.

No comments:

Post a Comment